Pon Yahya Menyebutkan Bahwa Hukum Adat Laut Aceh Sejalan dengan Konvensi Hukum PBB

0

KabarAcehNET, Banda Aceh - Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh( DPRA) Saiful Bahri( Pon Yahya) berkata, hukum adat laut Aceh sangatlah sejalan dengan hukum laut Internasional ataupun United Nations Convention on the Law of the Sea/ UNCLOS 1982).

Perihal ini disampaikannya pada Seminar Internasional yang berjudul“ Rescue of Refugees at The Sea: Loopholes Between Indonesian Law and Adat Aceh” yang diselenggarakan Yayasan Geutanyoe di hotel Hermes Place, Banda Aceh, Selasa 28 Juni 2022.

FOTO: Pon Yahya

“ Aksi penyelamatan pengungsi yang dicoba nelayan Aceh sepanjang ini cocok dengan hukum adat nelayan Aceh mengharuskan nelayan Aceh buat membantu siapapun yang memerlukan dorongan di laut. Itu sangatlah sejalan dengan hukum laut internasional( UNCLOS),” kata Saiful Bahri yang akrab juga di sapa Pon Yahya.

“ Aceh selaku wilayah terdepan yang ikut serta dalam penyelamatan pengungsi di Indonesia. Para nelayan senantiasa wajib melindungi kedaulatan negeri tidak hanya itu kemanusiaan pula wajib kita selamatkan,” ucap Pimpinan DPR Aceh.

Dia meningkatkan, lewat seminar Internasional ini tentang penyelamatan di laut, bisa menciptakan saran yang bisa dipadukan antara hukum internasional, hukum nasional serta hukum adat dalam upaya penangganan pengungsi sehingga dapat jadi produk hukum yang membagikan proteksi untuk penyelamat bersumber pada prinsip- prinsip kemanusiaan.

Tidak hanya kasus pengungsi rohingya, Aceh pula terdapat permasalahan besar tentang sangketa 4 pulau dengan provinsi Sumatra Utara,

Dia menarangkan sangketa tersebut dapat memusatkan bentrok raga antra nelayan Aceh dengan nelayan Sumut. Apabila tidak diantisipsi bisa menimbulkan desintegrasi bangsa.

Kasus batasan Aceh jadi poin berarti salah satu perjanjian damai Aceh terkhusus poin 1. 1. 4 tentang Perbatasan Aceh serta poin 1. 1. 4 tentang Teritorial Laut Aceh yang tercantum dalam MoU Helsinki.

DPR Aceh Berharap kepada pemerintah pusat serta pula pemerintah Aceh supaya lekas menuntaskan sangketa 4 pulau tersebut, saat sebelum kemampuan konflik itu terjalin.

“ Pemerintah pusat sudah memutuskan sepihak serta tidak merujuk ke peta 1 Juli 1956, sehingga dapat kita katakan keputusan tersebut cacat hukum,” katanya.

Baginya, kasus Aceh tidak cuma perkara sektoral universal saja, namun wajib berhubungan dengan MoU Helsinki yang telah jadi semacam konstitusi baru untuk Aceh.

Oleh: Redaksi

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Bagaimana Tanggapan anda mengenai artikel / berita ini ?

Bagaimana Tanggapan anda mengenai artikel / berita ini ?

Posting Komentar (0)
Banner-GRAB-page-2
Banner-ELS-ECommerce
scan-qr-cashback-30-persen

buttons=(OKE !) days=(30)

Website Kami Menggunakan Kukis Untuk Anda Agar Mendapatkan Pengalaman yang lebih baik. Pelajari Selengkapnya
Accept !
To Top